Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi di Indonesia yang meliputi [Negara] Kesultanan Yogyakarta dan [Negara] Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2
ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi
menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk
2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404
laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk
sebesar 1.084 jiwa per km2[5].
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu
panjang menyebabkan sering terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi
DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa ini sering diidentikkan dengan kota Yogyakarta
sehingga secara kurang tepat disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta,
Jogjakarta. Walaupun memiliki luas terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada medio Oktober-November 2010.
Kondisi Geografi
[8] DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa,
secara geografis terletak pada 7o3’-8o12’ Lintang Selatan dan
110o00’-110o50’ Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat
dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi
Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta
dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan
daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan
bentang alam ini terletak di Sleman
bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan
karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian,
pendidikan, dan pariwisata.
Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional
(pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai
karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial,
membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul
yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah
yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.
Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran
penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial
ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antar wilayah yang
timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi
dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga
merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang.
Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS
Progo di barat dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup
terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong, Sungai Opak, dan Sungai Oya.
Perekonomian
Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi sektor
Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Pertanian;
Ketahanan Pangan; Kehutanan dan Perkebunan; Perikanan dan Kelautan;
Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata.
Penanaman Modal dan Industri
Penanaman Modal di DIY dilaksanakan melalui program peningkatan
promosi dan kerjasama investasi serta program peningkatan iklim
investasi dan realisasi investasi. Capaian investasi total pada tahun
2010 mencapai Rp 4.580.972.827.244,00 dengan rincian PMDN sebesar Rp 1.884.925.869.797,00 dan PMA sebesar 2.696.046.957.447,00 [9].
Unit usaha di DIY pada tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan
penyerapan tenaga kerja sebesar 292.625 orang dan nilai investasi
sebesar Rp. 878.063.496.000,00 [10].
Perdagangan dan UKM
[11] Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit, tekstil dan kayu. Pakaian jadi tekstil
dan mebel kayu merupakan produk yang mempunyai nilai ekspor tertinggi.
Namun demikian secara umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh
produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni dan kreatif tinggi yang
padat karya (labor intensive). Program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM
di DIY, salah satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan
menengah yang disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah
pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra)
karena upaya ini lebih efektif dan efisien, di samping itu dengan sentra
akan banyak melibatkan usaha mikro dan kecil. Pada 2010 tercatat
koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi dan UKM tercatat 13.998 unit
usaha[12].
Pertanian dan kehutanan
[13]
Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di Provinsi DIY
yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu
indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu
wilayah. Pada 2010 NTP sebesar 112,74% [14]. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak asasi manusia.
Secara umum ketersediaan pangan di Provinsi DIY cukup karena berkaitan
dengan musim panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh
pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan
di DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk
perikanan tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan Glagah.
Produksi perikanan budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton dan
perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06
kg/kap/tahun[15].
Hutan
di Provinsi DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar
berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY
pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar
9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94% [16].
Sektor perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial
di DIY adalah kelapa dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam
rangka pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan
produksi, produktifitas dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan
pendapatan petani.
ESDM
[17] Sumber daya mineral atau tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo . Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak dan gas di Provinsi DIY dipasok oleh PT. PLN dan PT Pertamina
Pariwisata
[18] Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan,
baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010
tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian
152.843 dari mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara[19]. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran.
Tercatat ada 37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY
pada 2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun
atau sekitar 12 kali per hari[20].
Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta
didukung oleh kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat
DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang
menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51
diantaranya yang layak dikunjungi. Tiga desa wisata di kabupaten Sleman
hancur terkena erupsi gunung Merapi sedang 14 lainnya rusak ringan [21].
Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek
wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat
signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum
bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel
dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek
pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan
disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan
tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat
signifikan.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain
meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kesejahteraan
Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan
Kependudukan dan tenaga kerja
[22]Laju
pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau
kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH)
penduduk di DIY menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun
pada tahun 2002 menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi
distribusi penduduk menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin
meningkat pada penduduk usia di atas 60 tahun.
Proporsi distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki akibat pada sektor tenaga kerja. Angkatan kerja di DIY pada 2010 sebesar 71,41%[23].
Di sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor
pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang
potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan dan
industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan. Pengangguran
di DIY menjadi problematika sosial yang cukup serius karena karakter
pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan
tingkat pendidikan tinggi.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah kependudukan dan ketenagakerjaan adalah dengan mengadakan program transmigrasi.
Pelaksanaan pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008
melalui program transmigrasi sejumlah 76.495 Kk atau 274.926 Jiwa.
Ditinjau dari pola transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi dan
keswadayaan masyarakat, melalui Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi
Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Untuk
pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh Provinsi. Rasio jumlah
tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari total
transmigran yang diberangkatkan[24].
Kesejahteraan dan kesehatan
[25]Sebagai
salah satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan kesehatan
menjadi salah satu instrumen di dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin sebanyak 275.110 RTM dan
menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat (meningkat 27 persen
dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536 RTM). Penduduk DIY menurut
tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada tahun 2007 kelompok pra
sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II 23,69%; Sejahtera III
26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66% . Tingkat kesejahteraan pada tahun
2010 meningkat dengan penurunan persentase penduduk miskin menjadi
16,83%[26].
Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan
Provinsi DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi
tidak hanya dalam batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran
internasional khususnya Asia Tenggara
dengan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat,
peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan
DIY sebagai pusat mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan
kesehatan serta konsultasi kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional Tahun 2010 menempatkan DIY sebagai provinsi dengan indikator kesehatan terbaik dan paling siap dalam mencapai MDG’s[27].
Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup
berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar
18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian
ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar
0.70%, Cakupan Rawat Jalan Puskesmas 16% sedangkan Cakupan Rawat Inap Rumah Sakit sebesar 1,32%[28].
Dari 118 Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistern manajemen
mutu melalui pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah menerapkan
ISO 9001:200; 25% rumah sakit di DIY telah terakreditasi dengan 5
standar; 17% RS terakreditasi dengan 12 standar; dan 5% RS telah
terakreditasi dengan 16 standar pelayanan. Sarana pelayanan kesehatan
yang memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat menjadi 40% dan RS
dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%. Meskipun demikian
cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional 15%)
sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan
kesehatan dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah mencapai
100%. Rasio dokter
umum per 100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar 39,64 pada
tahun 2006. Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan Rp.
34.978.592.000,00[29].
Penyakit jantung dan stroke
telah menjadi pembunuh nomor satu di DIY sementara faktor risiko
penyakit jantung penduduk DIY ternyata cukup tinggi. Rumah tangga di DIY
yang tidak bebas asap rokok sebesar 56%, sedangkan remaja
yang perokok aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang
melakukan aktifitas olahraga dan hanya 19,8% penduduk DIY yang
mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam tiga tahun terakhir angka obesitas
pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%.
Pendidikan
[30]Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI
sampai Sekolah Menengah sudah merata dan menjangkau seluruh wilayah
sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI yang ada di Provinsi DIY pada tahun
2008 adalah sejumlah 2.035, SMP/MTs/SMP Terbuka sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK
sejumlah 381 sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar
dapat dikatakan sudah memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI :
22, SMP/MTs : 33, SMA/MA/SMK : 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru
di Provinsi DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk
SD/MI: 13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan guru
jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total
24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi
kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru
telah memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru[31].
Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs, sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
yang dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI
mencapai 96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%.
Sedangkan angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk
SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK[32].
Sementara itu jumlah perguruan tinggi di Provinsi DIY baik negeri,
swasta maupun kedinasan seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian
21 universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi, 8 politeknik dan 61 akademi yang diasuh oleh 9.736 dosen.
Kebudayaan
[33]DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun yang intangible
(non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar
budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible
seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau
perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang
tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya
peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai
institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya,
merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat
dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat
tradisi. Selain itu, Provinsi DIY juga mempunyai 30 museum,
yang dua diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu dan museum Sonobudoyo
diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda
cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan
kunjungan ke museum mencapai 6,42%[34].
Keagamaan
[35]Penduduk
DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%, selebihnya beragama
Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus mengalami
perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6214 masjid, 3413 langgar, 1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25 kuil/pura dan 24 vihara/klenteng. Jumlah pondok pesantren
pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai dan 2.694 ustadz serta
38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri maupun swasta
terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84 madrasah tsanawiyah dan 35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.
Tata Ruang dan Infrastruktur
Kondisi bentang alam DIY yang beragam dan aspek filosofi kebudayaan
mempengaruhi pengembangan tata ruang/wilayah dan pembangunan
infrastruktur di DIY.
Tata ruang
[36]Model yang digunakan dalam tata ruang wilayah DIY adalah corridor development
atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu
koridor tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta dan jalan koridor
sekitarnya. Dalam konteks ini, aspek pengendalian dan pengarahan
pembangunan dilakukan lebih menonjol dalam koridor prioritas, terhadap
kegiatan investasi swasta, dibandingkan dengan investasi pembangunan
oleh pemerintah yang dengan sendirinya harus terkendali. Untuk mendukung
aksesibilitas global wilayah DIY, maka diarahkan pengembangan
pusat-pusat pelayanan antara lain Pusat Kegiatan Nasional (PKN)/Kota
Yogyakarta, Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, PKW Bantul, dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW
Prov DIY 2009-2029 mengatur pengembangan tata ruang di DIY. Penataan
ruang ini juga memiliki keterkaitan dengan mitigasi bencana di DIY.
Prasarana
[37]Prasarana jalan yang tersedia di Provinsi DIY tahun 2007 meliputi Jalan Nasional (168,81 Km), Jalan Provinsi (690,25 Km), dan Jalan Kabupaten
(3.968,88 Km), dengan jumlah jembatan yang tersedia sebanyak 114 buah
dengan total panjang 4.664,13 meter untuk jembatan nasional dan 215 buah
dengan total panjang 4.991,3 meter untuk jembatan provinsi. Di wilayah
perkotaan, dengan kondisi kendaraan bermotor yang semakin meningkat
(rata-rata tumbuh 13% per tahun), sedangkan kondisi jalan terbatas, maka
telah mengakibatkan terjadinya kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas
dan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terus meningkat setiap tahun.
Transportasi
[38]Pelayanan angkutan kereta api pemberangkatan dan kedatangan berpusat di Stasiun Kereta Api Tugu untuk kelas eksekutif dan bisnis, sedangkan Stasiun Lempuyangan
untuk melayani angkutan penumpang kelas ekonomi dan barang. Saat ini
untuk meningkatkan layanan jalur Timur-Barat sudah dibangun jalur ganda (double track) dari Stasiun Solo Balapan sampai Stasiun Kutoarjo.
Berkaitan dengan keselamatan lalulintas, permasalahan yang berkaitan
dengan layanan angkutan kereta api antara lain masih banyak perlintasan
yang tidak dijaga. Selain kerata api, Pemprov DIY mengembangkan layanan
Bus Trans Jogja yang menjadi prototipe layanan angkutan massal di masa
mendatang.
Untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan, Waduk Sermo yang terletak di Kabupaten Kulon Progo
yang memiliki luas areal 1,57 km2 dan mempunyai keliling ± 20 km
menyebabkan terpisahnya hubungan lintas darat antara desa di sisi waduk
dengan desa lain di seberangnya. Di sektor transportasi laut di Provinsi
DIY terdapat Tempat Pendaratan Kapal (TPK) yang berfungsi sebagai
pendaratan kapal pendaratan pencari ikan dan tempat wisata pantai.
Terdapat 19 titik TPK yang dilayani oleh ± 450 kapal nelayan.
Di sektor transportasi udara, Bandara Adisutjipto
yang telah menjadi bandara internasional sejak 2004 menjadi pintu masuk
transportasi udara bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik domestik
maupun internasional. Keterbatasan fasilitas sisi udara dan darat yang
berada di Bandara Adisutjipto menyebabkan fungsi Bandara Adisutjipto
sebagai gerbang wilayah selatan Pulau Jawa tidak dapat optimal. Status
bandara yang “enclave civil” menyebabkan landas pacu yang ada
dimanfaatkan untuk dua kepentingan yakni penerbangan sipil dan latihan
terbang militer.
Mitigasi Bencana
[39]Terkait
dengan potensi bencana alam, penanggulangan bencana memegang peranan
yang sangat penting, baik pada saat sebelum, saat, dan sesudah
terjadinya bencana. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bencana dapat dilihat sebagai interaksi antara ancaman bahaya
dengan kerentanan masyarakat dan kurangnya kapasitas untuk
menangkalnya. Penanggulangan bencana diarahkan pada bagaimana mengelola
risiko bencana sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dihilangkan
sama sekali.
Secara geologis DIY merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam. Potensi bencana alam yang berkaitan dengan bahaya geologi yang meliputi:
- Bahaya alam Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara dan wilayah-wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi;
- Bahaya gerakan tanah/batuan dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pegunungan Kulon Progo yang mengancam di wilayah Kulon Progo bagian utara dan barat, serta pada lereng Pengunungan Selatan (Baturagung) yang mengancam wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian utara dan bagian timur wilayah Kabupaten Bantul.
- Bahaya banjir, terutama berpotensi mengancam daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul;
- Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian selatan, khususnya pada kawasan bentang alam karst;
- Bahaya tsunami, berpotensi terjadi di daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul, khususnya pada pantai dengan elevasi (ketinggian) kurang dari 30m dari permukaan air laut.
- Bahaya alam akibat angin berpotensi terjadi di wilayah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan daerah-daerah Kabupaten Sleman bagian utara, serta wilayah perkotaan Yogyakarta;
- Bahaya gempa bumi, berpotensi terjadi di wilayah DIY, baik gempa bumi tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi tektonik berpotensi terjadi karena wilayah DIY berdekatan dengan kawasan tumbukan lempeng (subduction zone) di dasar Samudra Indonesia yang berada di sebelah selatan DIY. Selain itu secara geologi di wilayah DIY terdapat beberapa patahan yang diduga aktif. Wilayah dataran rendah yang tersusun oleh sedimen lepas, terutama hasil endapan sungai, merupakan wilayah yang rentan mengalami goncangan akibat gempa bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar